ProAlma-SDG Center UNDIP talkshow tanggal 16 April 2021 #deanseries kembali digelar dengan membahas G3 dan G12 bersama Prof Dian Ratna Sawitri (dekan FPsi) dan Dr. Budiyono (dekan FKM). Talkshow berlangsung selama 60 menit pukul 16.00-17.00 WIB dengan dipandu oleh Dinda, sebagai penyiar ProAlma.
Pada kesempatan pertama, Dinda menanyakan pada Dr. Budiyono tentang tantangan untuk mencapai target pelayanan kesehatan berkualitas bagi semua. Dr. Budiyono menjelaskan bahwa target SDGs untuk cakupan layanan kesehatan universal antara lain lindungan resiko finansial, kemudahan akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, dan pemberian akses terhadap vaksin yang aman. Menurut beliau, tantangan yang dihadapi untuk pelayanan keseahtan ini sangat kompleks, karena kesehatan terkait dengan berbagai segi kehidupan seperti ekonomi, infrastruktur, kondisi sosial masyarakat, dan lainnya. Tantangan nyatanya antara lain biaya terhadap akses layanan kesehatan yang belum terjangkau untuk seluruh masyarakat, kepesertaan masyarakat dalam BPJS yang masih rendah dan kurang taat dalam pembayaran, masih adanya ketimpangan layanan kesehatan antar wilayah, ketimpangan SDM Kesehatan antar wilayah, dan akses terhadap sanitasi yang belum merata. Khusus untuk kelancaran dan kemudahan akses layanan kesehatan yang bersifat fisik/infrastruktur memerlukan dukungan pihak lain, begitu pun dengan penyiapan SDM Kesehatan berkualitas yang memerlukan kontribusi pihak akademik. Tantangan bidang kesehatan (G3) ini terkait dengan capaian penghapusan kelaparan (G2), pendidikan berkualitas (G4), kesetaraan gender (G5), dan penyediaan sanitasi dan air bersih (G6).
Berlanjut ke pertanyaan mengenai pelaksanaan vaksinasi covid-19 di Indonesia, Dr. Budiyono menyebutkan bahwa vaksinasi masih meninggalkan catatan beberapa hal seperti penyediaan dan pengadaan vaksin yang masih kurang, pemerataan distribusi vaksin di seluruh pelosok Indonesia, seberapa baik pelaksanaan vaksin, dan apakah sudah mengikuti protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya. Terkait dengan pelaksanaan vaksinasi covid-19 di UNDIP, Dr. Budiyono menjelaskan bahwa vaksinasi di UNDIP mulai dilakukan pada bulan Februari bagi Dosen dan Tendik, terutama yang sudah berusia lanjut dengan vaksinator RSND. Hanya saja ada kendala pada penyediaan vaksin yang belum mencukupi. Lalu ada vaksinasi gotong royong yang pelaksanaan vaksinasinya melibatkan pihak di luar UNDIP seperti BUMN dalam rangka mengakselerasi pelaksanaan vaksinasi. Melalui vaksinasi gotong royong, segenap sivitas akademika UNDIP bisa mendapat vaksinasi meski tidak dilakukan di RSND.
Beralih ke Prof. Dian Ratna Sawitri, pembahasan SDGs mengenai tujuan ke-12 yaitu tentang gaya hidup masyarakat yang berkelanjutan. Penyiar menanyakan pada Prof Sawitri tentang apa yang dimaksud dengan gaya hidup berkelanjutan. Prof Sawitri menerangkan bahwa gaya hidup berkelanjutan merupakan kebijaksanaan manusia dalam melakukan kegiatan produksi dan konsumsi dengan menimbulkan dampak (buruk) minimal terhadap alam, manusia harus mempertimbangkan dengan sepenuhnya kegiatan produksi dan konsumsi seperti apa yang akan dipilih dengan penimbulan dampak seminimal mungkin bagi alam. Selanjutnya Prof Sawitri menerangkan bahwa gaya hidup berkaitan erat dengan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat. Sebagai contoh, kebiasaan penggunaan kantong plastik. Masyarakat yang terbiasa menggunakan kantong plastik secara tidak sadar akan menjadi gaya hidup mereka yang tidak bisa lepas dari penggunaan kantong plastik. Kabar buruknya, gaya hidup penggunaan plastik membawa dampak buruk yang besar bagi alam, karena plastik susah diurai oleh tanah sehingga bisa menimbulkan polusi tanah yang berbahaya bagi lingkungan. Maka, penggunaan kantong plastik ini harus dikendalikan dan diminimalisasikan. Untuk bisa meminimalkan dan mengendalikan penggunaan plastik, harus ada gerakan yang bisa mengajak masyarakat berubah. Gerakan yang bisa diambil bisa melalui kampanye, edukasi, dan pemberian contoh.

Kembali ke pembahasan tentang layanan kesehatan, Dr Budiyono menerangkan apa saja yang perlu dilakukan pemerintah agar bisa memberikan lindungan kesehatan secara efektif dan efisien. Menurut Dr. Budiyono ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu akses ke layanan kesehatan, program-program kesehatan yang tepat, dan promosi kesehatan yang baik (serta dukungan Pemerintah terkait dana kesehatan). Menurut beliau, fokus SDGs 2030 adalah terwujudnya Indonesia sehat. Oleh sebab itu, ketiga hal yang perlu diperhatikan tersebut harus dirancang dan dilakukan secara serius. Kemudahan akses ke layanan kesehatan sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia agar gangguan kesehatan yang dialami bisa segera ditangani. Akses di sini maksudnya terkait tersedianya fasilitas layanan kesehatan yang dekat dengan pemukiman, akses transportasi yang mudah menuju faskes, dan terjangkaunya biaya fasilitas kesehatan dan biaya transportasi. Ketiga hal tersebut harus diperhatikan secara sungguh oleh pemerintah melalui instansi terkait.
Sedangkan terkait penanganan pandemi covid-19, sivitas akademik, UNDIP juga berkontribusi dalam berbagai hal seperti kampanye/promosi kesehatan tentang covid-19 untuk masyarakat, kegiatan penelitian terkait pandemi, dan pengabdian kepada masyarakat. Sejak pandemi terjadi, teman-teman UNDIP telah menjadi tim ahli penanganan covid tingkat provinsi. Ada banyak webinar yang diselenggarakan UNDIP untuk mengedukasi masyarakat tentang covid-19. UNDIP juga bekerja sama dengan UNICEF untuk mengedukasi masyarakat tentang covid-19 pada segmen-segmen masyarakat tertentu seperti pesantren, ibu-ibu PKK. Sivitas akademik UNDIP juga bisa menjadi role model atau contoh dalam penanganan covid dalam penerapan protokol kesehatan 5M. Dengan menjadi role model, maka secara tidak langsung juga mengedukasi masyarakat untuk mematuhi prokes 5M. Dr. Budiyono juga menambahkan bahwa dengan didukung program merdeka belajar, juga bisa mengendalikan laju penularan covid-19 karena proses belajar mengajar secara daring.
Pada sesi berikutnya, penyiar bertanya pada Prof Dian Ratna Sawitri mengenai cara mendorong masyarakat Indonesia yang banyak bermigrasi (dari desa ke kota) agar bisa bergaya hidup berkelanjutan. Prof Sawitri menjelaskan bahwa migrasi masyarakat dari desa ke kota akan menimbulkan tantangan lebih dari masalah sampah, tapi juga bisa tentang energi, makanan, dan konsumsi lainnya. Perlu ada edukasi kepada masayarakat tentang masalah-masalah yang timbul. Edukasi bisa dilakukan dengan adanya influencer (orang yang berpengaruh) atau role model dari masing-masing kelompok masyarakat. Misalnya influencer bagi kelompok milenial, influencer bagi ibu rumah tangga usia muda, role model seorang pemimpin bagi kalangan pegawai. Para influencer atau role model ini bisa mengajak masyarakat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sebagai contoh ajakan untuk menjaga kebersihan dengan tidak buang sampah sembarangan. Yang berikutnya, fasilitas yang memadai untuk menyelesaikan masalah, sebagai contoh fasilitas tempat sampah pilah sampah. Yang berikutnya adalah adanya alternatif solusi untuk penanganan masalah, seperti adanya himbauan untuk menggunakan kantong belanja yang bisa ulang kali pakai. Dan perlu diperkuat dengan reinforcement berupa himbauan dan kebijakan yang lebih mengikat. Langkah-langkah tersebut (edukasi-memberi fasilitas-alternatif solusi-dan reinforcement) dilakukan sesuai dengan komunitas apa yang akan diterapkan kebijakan tersebut. Maka langkah-langkah yang diambil tidak bisa digeneralisasi untuk semua kelompok. Harus memperhatikan karakter tiap komunitas agar langkah yang diambil sesuai target. Contoh lain untuk kasus makanan, langkah yang bisa dengan mengira-ira yang mendekati antara jumlah makanan dengan orang yang akan makan, bisa memakai sistem konfirmasi kehadiran (RSVP) orang yang akan makan. Begitu pula dengan kebijakan penggunaan energi secara hemat dan bijak yang terus digalakkan. Hemat energi juga akan menghemat penggunaan tenaga fosil sebagai sumber energi dan mengurangi polusi akibat pembakaran energi. Nampaknya, situasi dan kondisi pandemi juga membawa hikmah dalam penggunaan energy secara bijak, karena banyak pembatasan aktivitas manusia yang mengakibatkan menurunnya penggunaan energy fosil.
Pertanyaan terakhir yang ditujukan pada Prof Sawitri adalah apa saja inisiatif dan/atau kerja sama yang telah dilakukan UNDIP untuk mendorong pencapaian SDG G12 terkait gaya hidup berkelanjutan menurut Prof Sawitri, talkshow yang diselenggarakan oleh SDGs Center ini menjadi contoh inisiatif UNDIP untuk menyebarluaskan informasi tentang SDGs khususnya mengenai gaya hidup berkelanjutan yang menyentuh beragam segi kehidupan. Selain itu, webinar-webinar yang mengangkat isu-isu terkait SDGs 12 yang lebih menyentuh kehidupan masyarakat. Lalu, kegiatan pengabdian masyarakat dan KKN Tematik pun juga selalu dikaitkan dengan implementasi SDGs G1-17 dalam kehidupan masyarakat.
Gelar wicara (talkshow) ini diakhiri dengan simpulan bahwa gaya hidup masyarakat yang berkelanjutan bisa dicapai dengan melakukan serangkaian langkah edukasi masyarakat melalui kampanye/promosi, pemberian contoh, penyediaan fasilitas pendukung, dan pemberian alternative solusi.
Link youtube: https://www.youtube.com/watch?v=Bg_SHdEZXjQ
