SDGs Center UNDIP kembali menggelar Talkshow SDGs #deanseries pada hari Jumat (05/03) bekerja sama dengan ProAlma Radio 977fm. Tema bincang radio kali ini adalah Pendidikan Berkualitas (Goal 4) dan Kesetaraaan Gender (Goal 5), dengan narasumber Prof. Dr. Retno Saraswati (Dekan Fakultas Hukum) dan Dr. Nurhayati, M.Hum (Dekan Fakultas Ilmu Budaya). Acara bincang radio  ini dipandu oleh Ara Agatha dan berlangsung selama lebih kurang satu jam.

Prof Retno  menerangkan terlebih dahulu apa saja isi Goal 5 atau Kesetaran Gender, antara lain mengakhiri segala diskriminasi terhadap perempuan dan anak, mengeliminasi kekerasan pada perempuan dan anak, menghapus segala praktik berbahaya bagi perempuan dan anak seperti human trafficking-perkawinan dini, menyadari dan menghentikan praktik kerja domestik yang tidak memperhatikan hak hidup, memastikan semua perempuan berpartisipasi dan hak yang sama dalam kepemimpinan, dan memastikan akses yang mudah dan luas akan layanan kesehatan reproduksi. Konstitusi negara Indonesia mendukung penegakan kesetaraan gender dan HAM. Kesetaraan gender penting untuk mendukung jalannya pembangunan negara.

Terkait target goal 5 yang menjadi prioritas, apalagi di masa pandemic covid-19 seperti sekarang, Prof Retno memaparkan bahwa regulasi terkait kesetaraan gender di Indonesia sudah baik, hanya saja pelaksanaannya yang mungkin masih kurang, ditambah kondisi pandemi seperti ini. Kesempatan bekerja dan layanan kesehatan harus tetap menjadi prioritas upaya peningkatan kualitas SDM di Indonesia, terutama saat pandemi sekarang ini. Tidak ada prioritas khusus bagi perempuan, karena sejatinya di Indonesia tidak ada kesenjangan yang begitu besar antara laki-laki dan perempuan. Saat pandemic seperti ini, banyak sector pekerjaan yang mempekerjakan perempuan yang terdampak krisis ekonomi. Maka dukungan dari pemerintah sangat kita butuhkan untuk bisa membangkitkan kembali keberdayaan perempuan Indonesia.

Ketika pemandu acara bertanya bagaimana penegakkan undang-undang dan kebijakan yang tidak diskriminatif dan lebih memperhatikan kesetaraan gender untuk pembangunan berkelanjutan, Prof Retno menjelaskan bahwa regulasi Indonesia sudah sesuai dengan konvensi HAM, khususnya HAM berdasar Pancasila (HAM yang bebas terbatas) yang khas Indonesia. Regulasi yang dibuat mulai Undang-Undang hingga Peraturan Daerah memperhatikan penegakan HAM, anti diskriminatif dan menyentuh kesetaraan gender. Apalagi Indonesia adalah negara hukum. Penegakan hukum untuk kesetaraan gender juga diejawantahkan oleh dosen-dosen Fakultas Hukum UNDIP dengan memberi advokasi pada kasus-kasus yang menimpa perempuan atau kelompok perempuan yang tidak paham cara menghadapi kasus hukum yang terjadi, apalgi jika terjadi diskriminasi atau ketidakadilan terhadap perempuan.

Prof Retno juga menyatakan bahwa Regulasi di UNDIP sudah mendukung kesetaraan gender, secara system juga memberi kesempatan dan perlakuan yang sama antara perempun dan laki-laki. Kerja sama tingkat nasional maupun internasional di bidang pendidikan-penelitian-dan pengabdian juga terjalin dengan baik sehingga segenap warga UNDIP baik dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan baik perempuan atau laki-laki mendapat kesempatan mengembangakan diri dan kemampuan semaksimal mungkin melalui beasiswa dan peluang penelitian. Melalui pengabdian masyarakat, UNDIP juga bisa berinisiatif untuk mengajak perempuan-perempuan yang terdampak pandemic secara ekonomi untuk melek teknologi informasi untuk berwirausaha.

   

Selanjutnya, Dekan FIB, Dr. Nurhayati menjelaskan pentingnya penyelenggaran pendidikan berkualitas bagi semua warga negara Indonesia dengan prinsip inklusivitas (no one left behind). Menurut Dr. Nurhayati, Pemerintah sudah merancang skema-skema yang bagus dalam rangka pencapaian pendidikan berkualitas seperti yang tercantum dalam SDGs. Yang tidak bisa dipungkiri adalah pemerataan kualitas pendidikan ini belum bisa menyeluruh di seluruh negeri ini. Merata di sini berarti meliputi seluruh kelas baik secara regional maupun kelas sosial.   Pun juga pemerataan sarana dan fasilitas pendidikan, distribusi guru berkualitas, dan akses dana pendidikan. Yang mungkin menjadi fokus peningkatan kualitas adalah kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogi, kepribadian, sosial dan professional yang harus terus ditingkatkan. Pemerintah juga sudah menyiapkan program-program penguatan keempat kompetensi guru ini. namun, penyadaran tentang tugas guru yang tidak hanya mengajar, tapi juga harus bisa mengarahkan murid-muridnya untuk memiliki cara pandang yang baik, sikap dan karakter yang baik. Oleh karena itu, perlu penguasaan literasi digital, literasi informasi dan literasi budaya selain literasi wacana oleh para guru.  Keempat literasi yang dkuasai guru ini akan membuatnya mampu mengarahkan muridnya untuk menjadi manusia baik secara menyeluruh.

Pemandu Acara juga menanyakan bagaimana pelaksanaan kebijakan yang dapat lebih mendorong peningkatan kualitas pendidikan kepada Dr. Nurhayati. Dr. Nurhayati memaparkan, program-program yang dirancang pemerintah di bidang pendidikan dankebijakan-kebijakan yang dikeluarkan berfokus pada pemerataan pendidikan berkualitas ke seluruh pelosok Indonesia. Kebijakan pemerintah mengharuskan semua pihak ikut berkontribusi untuk mewujudkan pendidikan berkualitas. Ditambah adanya pandemic saat ini,  program dan kebijakan yang dirancang makin menuntut keterlibatan semua pihak: sekolah (dalam hal ini guru dan segenap tenaga pendidik), orang tua (yang selama pandemic juga menjadi guru bagi anak mereka masing-masing), pemerintah daerah (bertanggung jawab untuk mengatur regulasi penyelenggaraan pendidikan dan mendukung sarana-prasarana pendidikan), organisasi masyarakat atau sivitas akademika (yang bisa ikut mendukung kelancaran penyelenggaraan pendidikan di masa pandemic).

Dukungan pihak kampus atau sivitas akademika ditunjukkan dengan adanya program mhasiswa mengajar. Para mahasiswa ini bisa ikut membantu para guru di daerah masing-masing untuk mengajar para murid. Mahasiswa yang bisa berinteraksi langsung dengan anak-anak di daerah bisa memahami kondisi anak-anak itu dan bisa mentransfer pengetahuan kepada anak-anak di daerahnya. Apalagi kebijakan pembelajaran jarak jauh selama pandemic, memaksa anak-anak Indonesia untuk menjalani kebiasaan belajar baru menggunakan teknologi internet dan digital. Maka, para mahasiswa yang menjadi pengajar bisa membantu mempercepat proses transformasi model pembelajaran dan pengenalan teknologi.

Disinggung mengenai stategi UNDIP agar lulusannya terus meningkat kualitasnya dan dapat diterima di dunia kerja, Dr. Nurhayati menjelaskan bahwa UNDIP telah menyiapkan beragam bekal pengetahuan, ketrampilan dan karakter. UNDIP menginkan menghasilkan lulusan yang tidak hanya pandai dan berpengetahuan, tapi juga berkarakter pekerja keras, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan pantang menyerah untuk menggali potensi. Oleh karena itu, UNDIP juga mengajarkan mata kuliah Internet of Things sebagai bekal pengetahuan teknologi informasi dan digital,  memiliki Klinik Kewirausahaan dan Inkubasi Bisnis sebagai wadah bagi mahasiswa yang ingin belajar wirausaha, dan juga UNDIP Career Centre sebagai pusat informasi pekerjaan bagi mahasiswa UNDIP.

Sebagai penutup, kedua Dekan menyatakan bahwa pendidikan berkualitas dan kesetaraan gender menrupakan dua hal yang tak terpisahkan. Pendidikan berkualitas menciptakan kesadaran akan kesetaraan gender, dan kesetraan gender menjadi salah satu indikoator terlaksananya pendidikan berkualitas.

Ulasan di atas juga tampil pada https://www.ikaundip.org/readmore/94833-pentingnya-kesetaraan-gender-untuk-pendidikan-berkualitas

Link Youtube talkshow: https://www.youtube.com/watch?v=9oSpFr9J6yc