Pada Jumat, 7 Mei 2021, kembali digelar Proalma-SDGs Center UNDIP talkshow #deanseries dengan menghadirkan dua narasumber, Prof. Dr. Bambang WHEP (Dekan FPP) dan Dr. Setia Budi Sasongko (Ketua LP2MP). Talkshow kali ini membicarakan tentang Meningkatkan Ketahanan Pangan (G2) dan Mewujudkan Pendidikan Bermutu (G4). Gelar wicara (talkshow) yang berlangsung selama 60 menit ini dipandu oleh penyiar ProAlma 97.7 FM Messy.

Pemandu gelar wicara ini menanyakan prioritas target apa saja yang harus dicapai dalam G2 ini untuk mengakhiri masalah kelaparan dan mencapai ketahanan pangan di Indonesia kepada Prof. Bambang WHEP. Prof. Bambang WHEP menyatakan bahwa masalah pangan ini sangat krusial yang bisa menjadi suatu penyebab gejolak pada suatu negara ketiga ketika terjadi kekurangan pangan. Dan masalah kemiskinan sangat erat terkait dengan masalah pangan. Dunia sangat berkepentingan pada masalah pangan ini untuk bisa mengatasi berbagai penyebab masalah pangan demi menjaga keamanan dan kedamaian dunia. Target pertama adalah mengakhiri kelaparan dan kekurangan gizi, dan kedua adalah melipatgandakan produktivitas pertanian, memastikan pertanian berkelanjutan, mengelola keragaman genetik sumber daya pangan, dan meningkatkan kapasitas produksi pertanian. Maka, pada intinya adalah adanya usaha mengakhiri kelaparan dan kekurangan gizi untuk target pertama, dan usaha peningkatan produksi pertanian sebagai target kedua.

Masih menurut Prof Bambang WHEP, produksi pertanian harus selalu digalakkan. Bahkan dengan timbulnya pandemi, bidang pertanian ini menjadi pendukung gerak ekonomi negara yang paling bertahan. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya senantiasa memberi perhatian bidang perhatian dengan membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung perkembangan pertanian. Pertanian pun kini telah menggunakan kemajuan teknologi yang juga didukung oleh partisipasi para generasi milenial, sehingga lebih modern dan maju. Menurut beliau, dengan memanfaatkan teknologi pertanian dan pengolahan hasil pertanian, perlahan Indonesia akan mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri dengan harga yang terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Berikutnya, Prof Bambang WHEP menjelaskan apa perbedaan antara ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Beliau menyebutkan bahwa perbedaan di antara kedua istilah ini sedikit namun krusial. Ketahanan pangan berarti upaya penyediaan pangan tanpa memperhatikan asal bahan pangan apakah dari dalam negeri atau impor dari negara lain. Sedangkan kedaulatan pangan berarti upaya penyediaan pangan dengan mengusahakan kemampuan maksimal produksi pertanian dalam negeri untuk meminimalkan impor dari negeri lain. Prof Bambang berpendapat bahwa teknologi bisa membantu menggandakan produktivitas pertanian. Revolusi industry 4.0 juga bertujuan untuk mengefisienkan proses pertanian-peternakan yang berlangsung agar produktivitas tinggi bahkan berlipat ganda. Beliau sangat optimis bahwa Indonesia bisa mencapai kedaulatan pangan, meski saat ini masih diusahakan untuk bisa berketahanan pangan. Menurut beliau, ketahanan dan kedaulatan pangan harus mengandung unsur availability, stability and sustainability, dan affordability atas keberadaan bahan pangan suatu negara. Availability berarti bahan pangan tersedia dan mudah diakses oleh masyarakat (adanya keseimbangan antara kebutuhan pangan dengan ketersediaan pangan), stability and sustainability berarti ketersediaan bahan pangan mencukupi untuk waktu yang lama karena telah diupayakan produksinya  secara berkelanjutan, sedangkan affordability berarti harganya dapat dijangkau oleh kondisi ekonomi masyarakat serta mudah mendapatkannya.

Kepada narasumber kedua, Dr. Setia Budi Sasongko (Ketua LP2MP), pemandu gelar wicara menanyakan apa prioritas target yang akan dicapai dalam G4. Dr. Budi menyatakan bahwa, sesuai yang telah ditetapkan oleh Kemendikbudristekdikti, target SDG 4 adalah pendidikan bisa dijangkau dan dicapai oleh semua masyarakat, pendidikan setara untuk semua. Menurut beliau, pendidikan didesain melalui kurikulum, termasuk pendidikan tinggi (tingkat universitas). Pada tahun 2006-2020 kurikulum pendidikan tinggi mengalami perkembangan-perkembangan yang menyesuaikan dengan perubahan zaman dan peradaban. Perubahan signifikan terjadi pada perubahan paradigma kurikulum dari kurikulum content based yang berpusat pada penjelasan dosen satu arah ke mahasiswa, menjadi kurikulum berbasis kompetensi (competent based) yang berpusat pada keaktifan mahasiswa untuk memupuk kompetensinya. Untuk perubahan teranyar (tahun 2020) pada kurikulum perguruan tinggi yaitu kurikulum Merdeka Belajar.

Dr. Setia Budi Sasongko menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka Belajar (KMB) memberi kebebasan pada mahasiswa untuk memilih mata kuliah, kemampuan/kompetensi yang diinginkan untuk dikuasai, dan di mana akan mempelajari mata kuliah yang dipilih. KMB ini memberi kesempatan pada mahasiswa S1 selama 3 semester untuk memilih akan mengambil kuliah di mana. Kondisi pandemi yang mengharuskan pedidikan jarak jauh secara daring ini mempermudah jalannya kurikulum merdeka belajar yang bisa diselenggarakan secara virtual. Ketika ditanya oleh Penyiar apakah jika nanti pandemi sudah reda, kebebasan untuk berkuliah di lain kampus yang bisa saja jaraknya amat jauh dari kampus asal si mahasiswa masih bisa dilakukan mengingat pembelajaran bisa berlangsung tatap muka langsung. Dr. Budi berpendapat KMB masih mungkin bisa dilaksanakan ketika harus pembelajaran secara tatap muka. Beliau menekankan dengan adanya Kurikulum Merdeka Belajar, soft skill mahasiswa akan terasah kemampuannya karena mahasiswa akan berlatih untuk mengadaptasi dirinya dengan lingkungan sosial yang berbeda dari tempat asalnya kuliah.

Dr. Setia Budi Sasongko menambahkan bahwa kemampuan yang harus dikuasai mahasiswa di antaranya ada dua macam yaitu soft skill dan hard skill. Soft skill berupa kemampuan yang bersifat afektif, terkit dengan rasa, moral, jiwa seseorang. Sedangkan hard skill berupa kemampuan yang terkait dengan kerja otak, kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik. Tambah beliau, pendidikan itu ada 3 aspek yaitu kognitif-psikomotorik-afektif. Aspek afektif atau soft skill lebih kepada karakter. Jadi mahasiswa wajib mendapat pendidikan karakter sejak awal perkuliahan. Selanjutnya pendidikan soft skill yang dikembangkan selama perkuliahan.

Kembali membahas tentang pangan, Prof. Bambang WHEP menyatakan bahwa urusan pangan adalah urusan bersama, semua pihak terlibat termasuk akademisi. Kampus berperan dalam diseminasi perkembangan teknologi bidang pertanian dan pangan untuk mencapai kemandirian pangan skala nasional maupun daerah. Prof. Bambang menambahkan bahwa ketersediaan pangan juga bisa mempengaruhi kondisi tubuh masyarakat, terutama anak-anak. Kondisi tubuh anak-anak yang kurang gizi bisa mengakibatkan keterhambatan pertumbuhan dan  perkembangan tubuh dan otak (kecerdasan). Gizi yang baik mencegah terjadinya stunting pada anak. Gizi pangan yang baik juga menyehatkan mayarakat secara umum.

Selanjutnya, Prof. Bambang menjelaskan tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi landasan kegiatan kampus. Pendidikan yang dilakukan bertujuan untuk transfer pengetahuan dan ketrampilan pada mahasiswa, lalu diperdalam dengan penelitian-penelitian yang dilakukan, dan pada akhirnya hasil penelitian disebarluaskan pada masyarakat melalui pengabdian pada masyarakat. Begitupun dengan penelitian bidang pertanian yang dilakukan oleh Undip. Penelitian bidang pertanian meliputi penelitian pengembangan teknologi pertanian maupun pengembangan ilmu pertanian yang bisa menghasilkan produk-produk pertanian yang unggul kualitasnya dan melimpah kuantitasnya. Undip melalui FPP telah mempersiapkan pendidikan yang baik dan komprehensif di bidang pertanian dengan menyediakan jrurusan-jurusan yang sangat menyentuh masalah pertanian, seperti jurusan pertanian, teknologi pangan, agroteknologi, peternakan, agribisnis, dan akan ada juga jurusan-jurusan pertanian yang dibuka di kampus di Batang dan Pekalongan. Undip berupaya untuk bisa menjaring generasi-genersi milenial untuk ikut menyadari pentingnya masalah pertanian dan pangan yang ada di daerah di luar kota semarang. Para anak muda di daerah bisa mengenyam pendidikan tinggi tanpa harus ke kota besar seperti semarang. Selain itu, Undip juga menyiapkan program-program pengabdian masyarakat bidang pertanian seperti pelatihan urban farming agar masyarakat bisa mengusahakan pertanian di lingkunga rumah masing-masing.

Membahas kembali tentang pendidikan tinggi, Dr. Setia Budi Sasongko menyatakan bahwa pada era revolusi industri 4.0 ini, sudah berlaku networking untuk semua aspek atau tingkat tanpa ada sekat ruang dan waktu. Terhubungnya antar pihak tanpa terhalang sekat ruang dan waktu menuntut mahasiswa saat ini untuk menguasai berbagai soft skill yang mendukung keluwesan gerak dan kerja mereka setelah lulus nanti. Revolusi industry ini, yang mulai masuk fase 5.0, juga memantik adanya percampuran metode belajar daring dan luring (blended learning). Menurut beliau, desain atau rancangan pendidikan semacam ini sudah sejak 2016-2017, namun adanya pandemi jadi mempercepat berlangsungnya blended learning ini mulai tahun 2020.

Dr. Budi juga menjelaskan bahwa LP2MP Undip sebagai salah satu lembaga yang tugasnya adalah menjamin proses pembelajaran yang diselenggarakan menggunakan metode Student Centered Learning (SCL). Melalui metode SCL ini, nantinya lulusan Undip akan disiapkan jadi job seeker atau job creator, sesuai kemampuan dan minat mereka. Lulusan Undip harus menguasai COMPLETE (COMmunication, Professionalism, Leadership, Entrepreneur, Thinker). Dengan bekal COMPLETE ini, diharapkan lulusan Undip akan mampu berkompetisi secara sehat di bidang pekerjaan yang mereka tekuni hingga mencapai keberhasilan yang dicitakan. Beliau juga menerangkan bahwa Undip menyediakan dua jalur pendidikan yang bisa dipilih calon mahasiswa, yaitu bidang ilmu murni dan ilmu terapan (vokasi). Dalam lingkup ilmu murni, mahasiswa akan diajari untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan proses pembelajaran critical thinking, sehingga lulusan siap menjadi akademisi atau ilmuwan. Sedangkan dalam lingkup vokasi, mahasiswa akan dibimbing untuk mengembangkan penerapan ilmu pada kehidupan masyarakat dengan proses pembelajaran creative thinking.

Sebagai penutup dari gelar wicara ini, kedua narasumber berpesan bagi generasi muda agar terus berkreasi sekreatif mungkin tanpa henti untuk mengembangkan inovasi teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Kemampuan IQ atau kognitif, juga harus diimbangi dengan kemampuan afektif berupa SQ dan EQ agar mahasiswa Undip menjadi lulusan yang COMPLETE.

Tautan Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=S9219PxP8m0